FIRASATKU



FIRASATKU
Dikala waktu hujan turun membasahi semua. Ada seorang wanita bernama Stella. Dia anak yang yang mempunyai tipe pemberani, pandai bergaul dan dapat dibilang semua hal yang positif ada pada dirinya. Manusia memang jauh dari kata sempurna, dan memang benar walaupun Stella ini Adela orang yang sempurna di mata teman-temannya, tetapi dibalik semua itu ada hal yang terjadi di kehidupannya karena kedua orang tuanya selalu bertengkar dan itu menimbulkan pertikaian yang tidak dapat terselesaikan. Setiap Stella pulang kuliah tidak ada kata-kata bagaikan bunga yang bermekaran di taman dengan embun yang menyelimutinya seperti dulu menenangkan hatinya. Tidak terasa kehidupan seperti ini sudah lama berjalan yang sering membuat Stella menangis dan menceritakan kesedihannya disebuah rumah pohon yang dulu dia buat dengan kedua orang tuanya.
                Disamping kepedihan yang dia rasakan, dia selalu berdo’a kepada Tuhan bahwa yang dia minta hanya ingin kedua orang tuanya dapat kembali seperti dulu. Dan Stella juga berdo’a semoga kekasih yang dicintainya cepat pulang ke pelukannya lagi, karena baru seminggu yang lalu ia pergi untuk keperluan usaha yang dijalankan. Tiga hari yang lalu terakhir kali ia berhubungan dengan kekasihnya yang bernama Steven lewat handphone. Dan sekarang Steven tidak dapat dihubungi, ia hanya berharap agar Steven cepat pulang dengan membawa kabar yang bahagia. Rasa rindunya tidak dapat digantikan dengan hal apapun.
                Malam ini adalah tepat tiga tahun mereka menjalin hubungan. Sambil memegang foto kekasihnya ia meneteskan air mata kerinduan, ia pun berkata “sedang apakah dirimu disana? Mengapa engkau tidak memberi kabar padaku? Tahukah kamu betapa aku rindu padamu dan maukah kau sesekali muncul dimimpiku agar ku tahu kalau kau disana baik-baik saja dan agar kerisauan hatiku ini dapt tersembukan”. Kemudian, ia membuka jendela kamarnya. Ia pun duduk termenung menatap langit malam yang begitu indah.
                Ia berandai bulan sabit melengkung bagaikan senyumannya, taburan bintang yang mengelilinginya bagaikan auranya, ia pun tahu pasti kalau Steven disana juga merindukannya. Malam yang indahpun berlalu, ia waktu ia akan berangkat kuliah lagi-lagi ayah dan ibu bertengkar. Dan ia pun berteriak “DIAM!!” dan kemudian ia berkata “tidak bisakah kalian tidak bertengkar dan hidup kembali seperti dulu yang hidup dengan penuh kasih sayang?” kemudian ia pergi. Setibanya di kampus ia pun duduk terpaku dan melihat awan. Tib-tiba awan tang ia lihat seperti wajah Steven dan kibasan angina yang segar seperti meniupkan namanya. Ia percaya alam pun berbahasa dan pasti ada makna dari semua pertanda ini. Putri dan Naomi menghampirinya, dan Putri pun berkata “hai Stella, kenapa kamu? Sedih lagi karna Steven itu ya?” Stella menjawab “ya begitulah”. Naomi berkata “hm.. kenapa kamu tidak kerumah orang tuanya saja, minta nomer telepon lain yang bisa di hubungi atau alamatnya”, Stella menjawab “oiya.. kenapa aku tidak berfikir sampai kesitu yah, oke kalau begitu terimakasih ya. Daahh..”.
                Stella langsung menuju kerumah Steven. Setibanya dirumah Steven, ia hanya bertemu dengan pembantu rumahnya yang mempersilahkan ia duduk. Disamping kursi yang ia duduki ada sebuah foto Steven dan keluarganya. Ia pun tersenyum dan termenung, firasatnya mengatakan kalau ia mendapatkan apa yang ia harapkan serta berkata “firasatku ingin mengatakan agar kau cepat pulang, cepat kembali dan aku takkan membiarkanmu pergi lagi”.
Tidak lama kemudian orang tua Steven muncul dan mereka berbincang-bincang, ayah Steven mengatakan bahwa Steven sudah pergi jauh dari kita semua dan takkan kembali lagi. Stella berkata “maaf Om, Tante, maksud dari perkataan Om tadi apa?” ayah Steven menjawab “nak Stella, maaf Om dan Tante tidak memberi tahu kamu dari awal kalau Steven anak kami sudah meninggal karena kecelakaan yang membuatnya kehilangan nyawa dan Steven terakhir kali memberikan Om surat ini untukmu dan Steven yakin bahwa suatu hari nanti pasti kamu datang mencarinya.
                Setelah ia menerima surat itu, ia bergegas berpamitan dan berlari tidak tentu arah. Ia menangis di sepanjang jalan disertai dengan rintikan hujan yang bagaikan alam ikut bersedih karenanya. Ia tetap berlari sejauh-jauhnya, mejauh dari keramaian yang ada. Ia terus berlari, terus berlari dan terus berlari serta berlinangan air mata. Di tengah perjalanan ia pun berteriak “kenapa kamu begitu cepat meninggalkanku. Ya Tuhan, apakah kau sedang mengukur kesabaranku? “ ia pergi, tiba-tiba ia tak tahu kenapa bisa sampai di depan sebuah pemakaman umum. Dan kemudian ia menutupkan matanya serta mempercayai renungan hatinya menunjuk kearah mana. Ia pun mulai melangkah tak tahu kearah mana. Setelah rasa batinnya seprti mengucapkan berhenti ia mulai membuka matanya. Setelah ia membuka matanya, betapa terkejutnya ia bahwa di nisan itu tertulis nama Steven Saputra lengkap dengan nama orang tua serta tanggal ia pergi jauh. Stella pun berkata “tidak mungkin, ini pasti mimpi, ini pasti hanya mimpi. Steven…” ia menangis dengan terisak-isak sertaia pun menjatuhkan tubuhnya serta berlutut dan memegang kuburan kekasihnya dengan penuh kesedihan dan berkata “Steven, tahu kah kau? Terakhir kata yang kau unitaikan padaku. Kau mengatakan aku mencintaimu dan aku pasti akan sangat merindukanmu. Dan apakah kau masih ingat apa yang terkhir kau ucapkan, hm.. kau mengucapkan aku tak tahu kenapa ku merasa sangat merindukanmu, aku tak mau pergi jauh darimu. Steven bangunlah, pasti ini semua hanya mimpi kan Steven?!!” tidak lama kemudian Naomi dan Putri datang menjemput Stella dan membawanya pulang.
                Setibanya dirumah, ia masih menangis dengan terisak-isak dan ia berlari menuju rumah pohon yang penuh dengan kenangannya dengan orang tua dan kekasihnya. Ia mulai menangis kembali dengan mengenang masa-masa rumah pohon itu yang banyak memberikan kebahagian di waktu ia dengan ayah dan ibu berkemah disini, bermain bersama, bercanda tawa karena rumah pohon itu dulu ia membuatnya dengan sang ayah dan ibu. Serta disini lah ia mempunyai kenangan dengan Steven dimana ia banyak menghabiskan waktu bersama.ia pun menambah tangisnya dengan rasa kepedihannya lalu berteriak “ayah.. ibu.. steven!! Kenapa kalian meninggalkanku sendiri disini”.
                Tidak lama kemudian Ayah dan Ibunya datang, mereka tidak menyangka akan bertemu secara kebetulan dirumah pohon itu. Ayah berkata “Ibu maafkan Ayah. Ayah ini egois tidak percaya dengan keluarga sendiri mementingkan diri sendiri dan menelantarkan anak satu-satunya”. Ibu menjawab “Tidak Ayah, Ibu yang harusnya meminta maaf karena ibu juga egois dan melupakan anak satu-satunya yang kita sayangi”. Kemudian tanpa waktu yang lama mereka menyadari titik kesalahan mereka dan saling berpelukan serta berlari menuju anak mereka itu. Dan mereka memalingkan badan Stella dan memeluknya erat-erat. Stella berkata “Ayah Ibu”. Ibu menjawab “Stella maafkan ayah dan ibu ya Nak, kami terlalu egois dengan permasalahan kami sendiri dan membiarkanmu terlantarn serta melupakanmu”. Ayah berkata “Ayah juga minta maaf Nak, Ayah banyak salah padamu”. Stella menjawab “Ayah, Ibu, Steven?”. Ayah dan Ibu menjawab “Ya Nak, kami sudah tahu, tenanglah ada kami disini”. Mereka pun beranjak pulang.
                Beberapa hari kemudian diwaktu malam hari yang cerah ia keluar rumah dan duduk ditaman depan rumahnya dengan terpaku melihat langit itu. Ayah dan Ibu yang kembali harmonis itu beranjak menuju anak kesayangan mereka serta ikut memandang cerahnya langit malam hari ini. Stella menengok kearah ayah dan ibunya seraya tersenyum, begitu juga sebaliknya dan ia berkata dalam hatinya “Kemarin hari diwaktu malam itu kulihat bulan sabit melengkung seperti senyummu, taburan bintang serupa kilau auramu. Dan diwaktu pagi hari yang cerah kulihat awan membentuk wajahmu disertai angina yang bertiup seperti meniupkan namamu. Sekarang aku pun sadari kau merindukan ku disana dan firasat yang menghantuiku selama ini telah terjawab. Aku pernah membayangkan firasat ini rasa rindukah atau rasa tanda bahaya darimu. Dan akhirnya semua pertanda ini aku menyadari bahwa firasat ini mengatakan kau takkan kembali kepangkuanku.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AKUNTANSI UNTUK PIUTANG

Dua Hati